Profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
Peranan advokat dalam hukum di Indonesia cukup signifikan, karena advokat memiliki kedudukan yang sejajar denganpara penegak hukum lainnya. Adovokat dalam sistem peradilan memiliki peranan yang penting bagi pihak yang bersengketa. Dalam peradilan pidana, advokat sangat diperlukan oleh pihak yang diduga menjadi pelaku tindak pidana tersebut. Peranan advokat mulai terlihat sejak proses penyelidikan. Ketika polisi akan melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi ataupun tersangka, dibutuhkan pendampingan seorang advokat didalamnya. Bukan hal yang baru bahwa telah beredar kabar ketika polisi dalam usahanya mendapatkan keterangan berhak melakukan apapun selama diperlukan. Kegiatan ini tidak memiliki batasan yang jelas, apakah yang dimaksud dengan ‘selama diperlukan’. Banyak kejadian dimana terjadi kekerasan selama dalam proses ini. Peranan advokat mulai diperlukan disini sebagai pendampingan. Selain itu, peranan yang paling terlihat adalah selama proses persidangan. Seorang terdakwa didalam persidangan memerlukan pendampingan seorang advokat yang berpengalaman dalam mnegurus segala berkas-berkas pengadilan. Seorang advokat yang notabenenya adalah lulusan fakultas hukum pastinya lebih paham dalam hal membuat surat gugatan, jawaban, dan lain sebagainya.
Peranan advokat dalam pengadilan ternyata tidak hanya sampai pada proses pendampingan tersebut. Kenyataannya banyak hal lain yang dilakukan oleh seorang advokat untuk membantu kliennya dalam menghadapi suatu perkara di pengadilan. Tubuh organisasi advokat sendiri masih termasuk prematur, ketidakjelasan fungsi, ketidakpastian kebijakan baik tentang rekrutmen, pengawasan, sampai ke penindakan, belakangan malah menjadi tambang emas bagi sebagian advokat. Sebab sekalipun SKB tahun 1987 (yang sering dijadikan simbol intervensi pemerintah dan peradilan terhadap urusan profesi) secara formal, pada realisasinya para hakim di pengadilan-pengadilan tidak cukup waktu (sebagian barangkali "tidak cukup moral") untuk menegakkan ketentuan SKB tersebut. Hasilnya, advokat dapat leluasa menjalankan praktek profesinya dengan cara-cara tidak etis, bahkan kadang melanggar kaedah hukum, tanpa pengawasan yang berarti.
Pemberian uang suap masih sangat sering terjadi di pengadilan. Rata-rata jumlah uang suap di pengadilan mencapai Rp102,412 juta per transaksi. Tentu saja ini menjadi pertanyaan mengenai integritas para penegak hukum di Indonesia. Tentu saja salah para hakim karena mau menerima uang untuk memperlancar suatu perkara, namun begitu juga dengan para advokat yang menawarkan uang tersebut. Pemberian dan penerimaan yang di kalangan pengadilan ini merupakan suatu lingkaran siklus yang sulit untuk ditentukan dimana awalnya. Apakah karena hakim yang membuka peluang ataukah karena advokat yang membuka penawaran terlebih dulu. Yang pasti kegiatan manapun yang merupakan awalnya tetap merupakan pelanggaran terhadap kode etik dari masing-masing profesi.
Sebagai profesi terhormat, seorang advokat perlu menjunjung tinggi integrtitas dan kode etiknya. Advokat memiliki kewajiban untuk memperjuangkan hak-hak dari kliennya. Namun dalam menjalankan kewajibannya tersebut, seorang advokat tidak hanya mempertimbangkan imbalan yang akan diterimanya. Memang bukan hal yang aneh ketika seorang klien menjanjikan imbalan lebih tatkala advokatnya dapat memenangkan perkaranya di pengadilan. Namun imbalan bukanlah satu-satunya, kode etik advokat menekankan bahwa tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan. Tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan merupkan tiga hal yang harus dipegang teguh oleh seorang advokat dalam menjalankan kewajibannya.
Seorang hakim adalah corong Undang-Undang dalam sistem hukum di negara kita. Salah satu cara untuk melihat hukum di suatu negara adalah dengan melihat putusan dari hakim. Ketika hakim tidak lagi dapat menjatuhkan putusan yang adil, maka hal tersebut akan menjadi pertanyaan mengenai penegakan hukum di negara tersebut. Perlu ditelaah lebih lanjut, apakah yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satu faktor yang menjadi sorotan adalah karena hakim-hakim tersebut dapat dengan mudah menerima uang suap dari pengacara para pihak untuk memenangkan perkara. Sedangkan pihak yang memberikan uang suap tentunya adalah advokat, atau lebih tepatnya melalui advokat. Seorang advokat tnetunya lebih mengerti mengenai proses hukum daripada kliennya. Ketika seorangadvokat menjajikan kemenangan dengan memberikan sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu, seorang klien hanya bisa menuruti karena dia telah mempercayakan kasusnya pada advokatnya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa buruknya peradilan di Indonesia salah satunya akibat peranan advokat yang tidak memegang kejujuran demi mencapai keadilan bagi kliennya. Namun tidak hanya advokat, hakim pun perlu menegakkan integritas dengan menaati kode etik serta mempertahankan independensinya dalam memutus tiap perkara. Semua pihak harus bekerja sama dengan mentaati kode etik dan mempertahankan kejujuran dalam menjalankan profesinya, demi tercapainya keadlian dan kebenaran bagi semua pihak.
(dr)
0 comments:
Posting Komentar